Sabtu, 14 Maret 2009

SEBUAH PERJALANAN HIDUP : DJAJUSMAN

Dipersembahkan untuk memperingati hari ulang tahun ayahanda
Drs. H. Djajusman MS, SH, MH
yang ke - 59
17 Maret 2009

Pada bagian ini saya akan menulis sekelumit perjalanan ayah saya dari lahir hingga saat ini. Saya menulis perjalanan hidup ayah saya bukan bermaksud untuk menyombongkan diri atau menyombongkan keluarga saya. Disini saya bermaksud untuk berbagi cerita kepada pembaca sekalian tentang hikmah suatu perjalanan hidup yang penuh lika-liku dan cobaan-cobaan hidup. Djajusman lahir di Bengkulu 17 Maret 1950, anak ke 3 dari 7 bersaudara dari pasangan Meratub sabirin dan Hj. Sayunah asal Dusun Palakbengkrung, Manna, Bengkulu. Saat ini saudara kandung Djajusman tinggal 5 bersaudara termasuk dia sendiri karena 2 saudaranya telah meninggal saat dilahirkan dan karena sakit. Dilahirkan ditengah-tengah keluarga sederhana, pria ini tidak patah semangat untuk menempuh pendidikan walaupun kekuatan ekonomi keluarga tak berlebihan.
Bermulai dari Sekolah Rakyat Palakbengkrung tahun 1962, setelah pulang sekolah biasanya Djajusman mendapatkan tugas dari ayahnya untuk menggembala hewan ternaknya atau menjaga sawah milik ayahnya. Lulus Pendidikan Guru Agama tahun 1969, kemudian ia melanjutkan studi sarjana mudanya di IAIN Sunan Kalijaga ( saat ini UIN Yogyakarta ) tahun 1979. Satu hal yang diingat Djajusman, kuliahnya berjalan tersendat-sendat karena terbatasnya dukungan dana. Semasa kuliah, ia sempat menjadi tenaga kerja sukarela Depnaker RI dan menjadi redaksi sebuah majalah yang berada di daerah Kauman, Yogyakarta.
Setelah selesai pendidikan sarjana muda Djajusman meninggalkan kota Yogyakarta untuk kembali ke Bengkulu. Ia menjadi PNS dengan golongan II/B di Pengadilan Agama Bengkulu, selama kurun waktu 3 tahun, ia bekerja sebagai panitera sambil berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Prof. DR. Hazairin, SH. Di Bengkulu. Tahun 1988 ia berhasil meraih gelar Sarjana Hukum. Pada tahun 2001 ia pernah mengikuti pendidikan S2 di UNY, namun berhenti karena kesulitan biaya, dimana saat itu 4 orang anaknya juga membutuhkan biaya untuk kuliah. Baru pada maret 2009 ini Djajusman menyelesaikan Magister Hukum nya di UIN Jakarta, dan sekarang sedang pengajuan program Doktor (S3) di Fakultas Hukum UGM. Setelah mendapat gelar Sarjana Hukum Djajusman diangkat PNS bergolongan III/A, sebelumnya ia diikutsertakan dalam ujian calon hakim dan lolos untuk diangkat menjadi hakim pada tahun 1984.
Tiga bulan menjabat hakim, Djajusman ditunjuk sebagai pejabat sementara ketua PA Manna, karena posisi tersebut lowong. Setelah sekitar 1,5 tahun menggantikan ketua PA Manna Drs. Dadang Dimyati, selanjutnya ia didefinitifkan memimpin PA Manna (1985-1989). Seiring waktu berjalan, ia kembali ke PA Bengkulu dan didefinitifkan sebagai ketuanya (1990-1994). Selain bergelut dibidang hukum yang telah ditekuni selama 34 tahun, ia juga menggeluti dunia pendidikan, ia pernah mengajar di beberapa sekolah dan perguruan tinggi antara lain Guru dan Kepala Sekolah SMP Usaha Pembangunan di Tayuban, Garongan, Kulon Progo. Pada saat itu Djajusman bolak-balik Kulon Progo-Yogyakarta menggunakan sepeda onthel. Ia pernah juga menjadi Guru sekaligus Kepala Sekolah SMA Guppi, Manna dan menjadi dosen tidak tetap dibeberapa perguruan tinggi termasuk dialmamaternya sendiri IAIN SUKA. Lantaran pengalamannya itu maka pada tahun 1990 Djajusman diminta untuk memimpin Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) milik Muhammadiyah, disamping menjadi ketua STKIP ia juga diminta untuk menjadikan perguruan tinggi ini sebagai universitas. Pada tahun 1991 berubahlah STKIP menjadi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), karena dianggap berpengalaman memimpin STKIP ia didaulat menjadi Rektor pertama UMB. Djajusman menganggap keberhasilannya mendirikan UMB sebagai mahakarya pertamanya bagi masyarakat Bengkulu. Keberadaannya sebagai Ketua PA Bengkulu dan Rektor UMB membuat ia semakin sibuk dan akhirnya ditarik ke Jakarta untuk mengetuai PA Jakarta Selatan (1994).
Berada di PA Jaksel tidak menghentikannya untuk berkarya, karena sepenuhnya kegiatan Djajusman berpusat di kantor, ia ingin menempati kantor yang representatif. PA Jaksel yang tidak mempunyai mushala, menggugah hatinya untuk membangun sebuah mushala dan akhirnya jadilah sebuah mushala yang diberi nama Al. Hikmah yang diresmikan oleh Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama H. Zainal Abidin, SH (1996). Djajusman menganggap keberhasilannya membangun sebuah mushala di PA Jaksel adalah mahakaryanya yang kedua. Setelah 3 tahun menjabat Ketua PA Jaksel, ia diangkat menjadi Hakim Tinggi di PTA Yogyakarta. Pada tahun 2003 Djajusman ditarik ke Mahkamah Agung RI menjadi Hakim Tinggi Pengawas di Badan Pengawasan MA RI. Di Banwas MA, ia melanglang buana ke seluruh pelosok daerah ditanah air dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga ke Papua untuk melakukan tugas pemeriksaan di Pengadilan-pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding.
Djajusman pernah pula diangkat sebagai Ketua Tim Khusus Penertiban dan Pendisipinan oleh Ketua MA, Prof. DR. Bagir Manan, SH. MCL. Ada pengalaman menarik saat ia menjadi Hakim tinggi pengawas, ia bolak-balik Jakarta-Yogyakarta untuk mengunjungi istri dan anak-anaknya pasti naik kereta bisnis jarang-jarang naik kereta eksekutif untuk menghemat biaya katanya. Pada saat menjadi Hakim Tinggi Pengawas Pula ia hanya menyewa sebuah kamar berukuran 3*3 Meter sebagai tempat tinggalnya selama menjadi seorang Hakim Tinggi Pengawas, walaupun ia memiliki sebuah rumah di Jakarta Timur yang sedang disewakan kepada orang lain. Pada tahun 2006 Djajusman diajukan oleh MA untuk menjadi Calon Hakim Agung, namun gagal sampai fit and proper test di DPR RI. Setelah 3 tahun menjabat Hakim Tinggi Pengawas, pada tahun 2006 hingga saat ini ia diangkat menjadi Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan-Manajemen dan Kepemimpinan ( Kapusdiklat Menpim) pada Badan Penelitian dan Pengembangan-Pendidikan dan Pelatihan MA RI (Balitbang-Diklat Kumdil MA RI).
Menjabat sebagai Kapusdiklat membuat Djajusman sibuk kembali di bidang pendidikan dan pelatihan, ia mengajar dan membuka beberapa pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh Diklat- Menpim MA di beberapa kota. Pada saat menjabat Kapusdiklat ini pula Djajusman mendapatkan tugas studi banding ke beberapa negara antara lain Australia, Singapura, Filipina, Hongkong, China, Turki, Spanyol, Belanda, Prancis, Belgia, Luxemburg, menghadiri Konferensi Hakim Sedunia di Maroko dan pada 2009 ini direncanakan akan studi banding ke Amerika Serikat. Djajusman adalah seorang sosok yang hobi berorganisasi adapun beberapa organisasi yang pernah diikutinya adalah Sekretaris Umum HMI IAIN SUKA, Ketua KNPI Provinsi Bengkulu (1983-1985), Ketua I Muhammadiyah Wilayah Bengkulu (1990-1994), Ketua I MUI Provinsi Bengkulu, Wakil Ketua Lembaga Adat Bengkulu, Ketua II Persaudaraan Haji Indonesia Provinsi Bengkulu, Sekretaris I Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)-(2003-2007), Staf Redaksi Majalah Varia Peradilan (2003-2007).
Djajusman juga memiliki hobi membaca dan membuat sebuah perpustakaan mini yang ia beri nama Pustaka Intan Pribadi. Perkawinannya dengan Eny Budiastuti, BA pada 10 Juni 1974 dikaruniai 6 orang anak yaitu dr. Fiyosten Kusuma, Ir. Mohammad Edwar MP , Yuyun Fitriyah SE Akt , Muhammad Iqbal ST, Muhammad Zaki Mubarrak, Muhammad Irham Fuady. Dari 6 orang anaknya 4 orang telah bekerja dan menikah, dan 2 orang lagi sedang berkuliah, masing-masing Muhammad Zaki Mubarrak di Fakultas Hukum UII yang direncanakan lulus tahun 2009 ini dan Muhammad Irham Fuady di Fakultas Hukum UGM. Dari pernikahan anak-anaknya Djajusman dikaruniai 6 orang cucu.
Dilingkungan keluarga, pria ini menyimpan kebanggaan tersendiri kepada anak-anaknya. Pasalnya anak-anaknya mewarisi kegemaran yang sama dengan dirinya, dengan kegemaran itu mereka menjadi orang-orang yang berhasil setidaknya dimata Djajusman sendiri. Djajusman juga bangga kedua anaknya yang sedang berkuliah karena memiliki ketertarikan dan minat dibidang hukum sama seperti ia. Sang isteri yang pensiunan Panitera Pengganti di Pengadilan Agama Sleman, Yogyakarta tinggal bersama 2 orang anaknya yang masih berkuliah di Yogyakarta. Seminggu sekali Djajusman menyempatkan diri pulang ke Yogyakarta untuk bersenda gurau bersama anak-anaknya dan isterinya.

2 komentar:

  1. Wah hebat mas Adhi... Bangga akan perjalanan hidup Bapaknya...
    Andai setiap orang mempunyai Bapak yang bertanggung jawab dan sehebat Pak Djajusman...

    BalasHapus
  2. Semoga apa yang ditulis mas adhi bisa menjadi inspirasi setiap sosok bapak di Indonesia. Sayangnya saya juga mengetahui sedikit tentang beliau dan mohon maaf saya tidak terinspirasi sedikitpun terhadap beliau.

    BalasHapus