Selasa, 14 September 2010

Irasionalitas Pembangunan Gedung Wakil Rakyat


Oleh : Muhammad Irham Fuady
(Sekretaris Dewan DPM KM UGM Periode 2010)

Beberapa saat yang lalu bahkan hingga saat ini kita masih mendengar tentang hingar bingar pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mewah dan berkelas berbentuk huruf U terbalik yang melambangkan keanekaragaman berbagai kultur budaya yang ada di Indonesia. Ironis sekali dimana kehidupan setiap rakyat yang dirasa semakin hari semakin sulit ini, DPR sebagai bentuk representatif semua rakyat Indonesia ingin membangun gedung baru yang menghabiskan anggaran Rp. 1,6 Triliyun yang berasal dari uang rakyat. Lebih menyesakkan lagi gedung tersebut diwacanakan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mewah dan nyaman seperti spa, panti pijat dan kolam renang.

Bagi setiap orang yang memperhatikan wacana seperti ini, dalam pikirannya pasti akan berkata “Apa para anggota dewan yang terhormat memiliki hati nurani ?”. Pertanyaan seperti ini pasti muncul karena dimana 31,02 juta jiwa rakyat Indonesia masih menderita dan berada dibawah garis kemiskinan, namun wakilnya malah ingin membangun gedung baru dengan berbagai macam fasilitas aneh. Seharusnya seorang wakil rakyat mengerti penderitaan yang sedang dialami oleh rakyat yang diwakilkannya. Jika dibandingkan dengan anggaran rutin pemerintah untuk hal-hal yang pokok dan penting tidak menghabiskan dana sebesar Rp 1,6 Triliyun, dana bantuan bencana alam hanya Rp. 348 Miliyar, dana pengembangan usaha mikro hanya Rp. 260 Miliyar, dana perbaikan gizi masyarakat hanya Rp. 393 Miliyar, dana jamsoskesmas hanya Rp. 1,3 Triliyun dll. Disini terlihat perbandingan jauh anggaran yang digunakan untuk membangun gedung tersebut.

Dalam pembangunan gedung baru DPR ini, pertama jika disinergikan dengan kondisi bangsa saat ini memang tidak relevan, walaupun memang kapasitas gedung DPR telah overcapacity dengan batas maximal 800 orang dan kini ditempati oleh 2500 orang. Setidaknya DPR lebih bijak dengan tidak membangun gedung baru dengan berbagai macam fasilitas aneh, cukup merenovasi gedung lama atau tetap membangun gedung baru tanpa diikuti oleh dibangunnya fasilitas yang aneh-aneh agar mencukupi ditempati oleh seorang anggota DPR, seorang asisten pribadi dan 5 orang staff dalam setiap ruangan yang luasnya direncanakan 120 Meter atau 4 x lipat luas ruangan saat ini (30 Meter).
Kemudian jika di sinergikan dengan kinerja anggota dewan yang terhormat saat ini, penulis rasa belum saatnya DPR membangun gedung baru yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas mewah dan perlu tijauan ulang yang mendalam karena bisa dikatakan kinerja anggota DPR saat ini mlempem, dimana pada tahun 2010 ini DPR merencanakan menyelesaikan 70 (tujuh puluh) Rancangan Undang-Undang (RUU), namun hingga bulan Juli 2010 baru 5 (lima) RUU yang diselesaikan. Memang kita dalam memandang sesuatu tidak boleh hanya dari 1 (satu) sisi. Jika ditelaah fungsi DPR tidak hanya dibidang legislasi yang membahas perundang-undangan tetapi juga ada fungsi controlling dan budgeting, tapi setidaknya DPR dapat menyeimbangkan keseluruhan tugas tersebut sehingga tercipta fungsi DPR yang ideal.

Ada opini bahwa pembangunan fasilitas mewah di gedung baru DPR seperti spa, panti pijat dan kolam renang merupakan sarana untuk meningkatkan kinerja dari anggota DPR. Hal itu jika dipikir-pikir ulang tidak rasional dan mengada-ada, buktinya gedung Parlemen Australia tanpa dilengkapi fasilitas mewah seperti spa, kolam renang dan panti pijat, para anggotanya dapat berkinerja dengan baik (Burhanudin Muhtadi). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kausal langsung fasilitas yang lengkap menunjang kinerja, tergantung dari semangat, sikap dan perilaku anggota DPR atau kembali ke pribadi masing-masing anggota dewan, apakah memang berjiwa wakil rakyat atau bukan yang jika bersidang saja masih banyak yang membolos bahkan ada yang “Titip Absen” seperti halnya mahasiswa dalam perkuliahan. Pembangunan gedung baru DPR tersebut.banyak menuai kecaman baik itu dari dalam ataupun dari luar DPR. Beberapa anggota DPR angkat bicara ketika wacana ini mencuat dimasyarakat. Anehnya pada saat wacana ini mencuat di masyarakat baru para wakil rakyat bersuara seperti halnya bersuara mewakili rakyat.

Berita-berita tentang wakil rakyat kita memang tidak ada habisnya apalagi terkait masalah anggaran keuangan negara, mulai dari banyak anggota DPR yang menjadi tersangka korupsi, dana aspirasi desa yang besarannya mencapai Rp. 1 Miliyar per desa, rumah aspirasi bagi setiap anggota DPR yang setiap anggotanya memperoleh Rp. 200 Juta. Dan kini yang paling heboh gedung baru DPR dengan anggaran Rp. 1,6 Triliyun. Sebenarnya tidak hanya DPR saja yang sedang “berproyek”, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD (ibarat BURT DPR) juga mempunyai rencana program pembangunan kantor perwakilan DPD disetiap daerah tingkat I yang menghabiskan anggaran Rp. 500 Miliyar dengan awal 13 wilayah provinsi sebagai percontohan pembangunan.

Seharusnya DPR dan DPD saat ini melakukan intropeksi diri, apakah yang dilakukan saat ini sesuai dengan keinginan dan aspirasi rakyat yang diwakilkannya atau itu hanya keinginan pribadi dan kelompok tertentu. Jangan terus hanya rakyat yang dikorbankan dan menderita demi kepentingan politik. Demikian tulisan ini dibuat dengan harapan bahwa DPR benar-benar membatalkan fasilitas mewah yang akan dibangun sesuai dengan apa yang dikatakan Ketua DPR RI, Marzuki Alie (Detik News, 1 September 2010) dan lebih mengefisien anggaran yang digunakan agar tidak terlalu membebani keuangan negara sesuai dengan Program yang dicanangkan oleh pemerintah penghematan dan pengefisienan anggaran. Sepenggal kalimat “Wakil Rakyat Seharusnya Merakyat” yang penulis kutip dari lirik lagu Iwan Fals berjudul “Wakil Rakyat” penulis rasa cukup mewakili keinginan dari rakyat Indonesia yang saat ini sebagian besar sedang menghadapi masalah sosial dan ekonomi dalam menanggapi wacana pembangunan gedung 32 lantai tersebut