Sabtu, 22 September 2012

Kualitas Hukum Positif Indonesia

Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana yang dijelaskan di dalam undang-undang dasar 45. Negara yang pada intinya selalu mewajibkan warga negaranya untuk selalu patuh kepada hukum positif, yang mana hukum tersebut sudah menjadi tolak ukur dalam kebebasan melakukan sesuatu. Namun kenyataannya sekarang berbeda, saat ini banyak mafia hukum yang masih berkeliaran di Negara kita. Kita lihat sekarang banyak koruptor kelas kakap yang dengan tenangnya tanpa harus memikirkan perbuatan apa yang telah mereka lakukan kepada Negara ini, sedangkan kejahatan rendahan seperti pencurian kecil-kecilan harus masuk penjara bahkan sebelum masuk penjara mereka harus babak belur dihajar massa yang kesal atas tindakan si maling tersebut.
Kemudian beberapa contoh kasus-kasus yang lain, yang ada di negara ini benar-benar beraneka ragam keanehannya. Seperti kasus yang beberapa waktu lalu terjadi di daerah Banyumas, Jawa Tengah. seorang nenek yang ketahuan mencuri 3 biji kakao di daerah perkebunan yang akan dijadikan bibit dan dituntut oleh jaksa dengan hukuman percobaan 1 bulan 15 hari. Miris rasanya melihat hukum positif di negara ini. Memang yang namanya pencurian tetap suatu kesalahan. Hanya saja yang jadi tak berimbang di sini adalah, seorang nenek yang hanya mencuri 3 biji kakao harus berhadapan dengan meja hijau tanpa di dampingi pengacara karena tidak adanya kemampuan finansial untuk membayar jasa pengacara. Sementara koruptor yang merampok uang rakyat yang bermilyar-milyar, bebas berkeliaran tanpa penyelesaian yang jelas. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan di benak kita, bagaimana kualitas hukum positif Indonesia saat ini ? sehingga bisa-bisanya realita hukum positif indonesia menjadi seperti itu, maka perlu ditinjau mengenai hukum positif itu sendiri.
Jika ditinjau secara harfiah, arti dari hukum positif adalah hukum yang berlaku saat ini. Merujuk pada pengertian tersebut, maka hal itu menunjukan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini. Apabila dikaji secara mendalam tentang kualitas peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia tersebut, dapat dikatakan kualitasnya rendah. Indikator suatu hukum positif disuatu negara dikatakan rendah, apabila undang-undang tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan kadang justru menimbulkan masalah baru dalam pelaksanaannya. Suatu hukum positif yang berlaku disuatu negara, ketika dirancang dan kemudian disahkan diharapkan dapat menjadi solusi suatu permasalahan. Namun realitanya saat ini justru bertolak belakang, terkadang sebelum disahkan saja, sebuah undang-undang sudah ditentang oleh kelompok masyarakat dengan melakukan aksi demonstrasi.
Setelah suatu undang-undang disahkan pun kadang langsung diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi seperti Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum. Beberapa hal tadi menunjukan bahwa memang kualitas hukum positif di Indonesia masih rendah, masih ada masalah-masalah yang belum dapat ditampung dalam sebuah undang-undang. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya kualitas hukum positif di Indonesia. Pertama karena adanya faktor politis dari penguasa yang memiliki kepentingan tertentu terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Kedua karena memang dalam hal pembuatannya terdapat cacat proses yang membuat peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat bekerja secara maksimal.
Dalam perancangan dan pembuatan peraturan perundang-undangan seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat benar-benar melaksanakan fungsinya secara maksimal. Harus melepaskan segala kepentingan politik yang ada dalam hal sebuah peraturan perundang-undang yang nantinya akan disahkan. Harapan ini memang ideal, namun jika diproyeksikan kepada realitanya maka akan terlihat bedanya, dan sulit mengaplikasikannya. Suatu idealita hukum positif yang bagus pun akan sulit terwujud apabila budaya Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal merancang dan mengesahkan sebuah peraturan perundang-undang masih seperti saat ini. Peningkatan kualitas suatu peraturan perundang-undangan, mutlak harus dilakukan oleh DPR bersama dengan presiden.
Berbagai macam cara dapat dilakukan agar pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dicapai. Selain berdasar pada beberapa macam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan, peningkatan kualitas pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat juga dilakukan dengan melakukan kajian mengenai apa yang dibutuhkan oleh masyarakat terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang sedang dibahas. Kajian tersebut diperlukan untuk melakukan penelusuran yang cukup tentang materi muatan yang menyangkut permasalahan yang akan diatur, sehingga kita dapat menentukan jenis peraturan yang mana sesuai dengan materi muatannya. Selain beberapa hal tersebut diatas harus dilakukan juga harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan agar nantinya tidak saling bertentangan antara 1 dengan yang lainnya.
Ketika suatu peraturan perundang-undangan tersebut tidak berkualitas maka akan mempengaruhi aspek lain dalam penegakan hukum positif di Indonesia. Beberapa aspek tersebut antara lain struktur hukum dan budaya hukum. Unsur struktur hukum berupa aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim. Unsur budaya hukum berupa pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku. Semua aspek tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penegakan hukum akan menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila masyarakat menggunakan hukum menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas hukum berkaitan erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Hal ini berbeda dengan kebijakan dasar yang relatif tidak berat sebelah dan bergantung pada nilai umum dari tujuan dan alasan pembentukan undang-undang.
Dalam praktek kita melihat ada undang-undang sebagian besar dipatuhi dan ada undang-undang yang tidak dipatuhi. Apabila itu terus terjadi maka jelas hukum positif akan runtuh, jika setiap orang tidak mematuhi undang-undang dan undang-undang itu akan kehilangan artinya. Ketidakefektifan undang-undang yang dibuat oleh DPR bersama dengan Presiden cenderung mempengaruhi pandangan masyarakat dan sikap ketidakpatuhan serta mempunyai efek nyata terhadap perilaku hukum, termasuk bagi para perilaku pelanggar hukum. Kondisi ini akan mempengaruhi penegakan hukum yang menjamin kepastian dan keadilan dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar