Jumat, 04 Januari 2013

Pemahaman “Equality Before The Law” Polisi Diuji

Masih Ingat kasus afriyani yang menabrak dan kemudian menewaskan beberapa orang di Tugu Tani ? Masih ingat kasus foto model seksi Novi Amelia yang menabrak 7 orang di Jakarta karena mabuk berat ? Andhika Pradikta yang mengendarai mobil dan menabrak warung pecel lele yang menyebabkan dua orang tewas. Nah sekarang ada lagi tabrakan karena kelalaian yang menyebabkan orang tewas. Kecelakaan yang terbaru ini berbeda dengan yang lain dan bisa dikatakan istimewa, kenapa istimewa dan berbeda ? karena yang menabrak adalah anak bungsu dari Hatta Rajasa ( Menko Perekonomian RI/ Ketua Umum Partai Amanat Nasional / Calon Presiden RI / Besan dari RI 1) yaitu Muhammad Rasyid Amrullah
Kecelakaan ini langsung menggugah saya untuk menulis tentang pemahaman polisi mengenai makna asas “equality before the law” (semua orang berkedudukan sama didepan hukum). Dalam beberapa kasus sebelumnya seperti kasus Afriyani proses hukumnya berjalan dengan cepat. Kasus Afriyani dapat dikatakan proporsional penanganannya oleh polisi. Mereka tegas dan cepat memutuskan dan mengadili Afriyani. Penetapan menjadi tersangka juga tidak lamban dan ditetapkan pada hari itu juga
Kemudian kasus Novi Amelia dan Andhika Pradikta Penanganan yang sama seperti Afriyani juga diberikan kepada Novi Amelia dan Andhika Pradikta. Polisi tidak membutuhkan waktu lama untuk menetapkan Novi dan Andhika sebagai tersangka. Sedangkan pada penanganan kasus Rasyid, polisi terkesan lamban dan ada hal yang ditutup-tutupi. Perlakuan istimewa seakan diberikan kepada Rasyid terhadap kasus yang membelitnya. Kalaupun polisi mengatakan bahwa tak ada perlakuan istimewa untuk Rasyid, publik butuh buktinya bukan hanya “pepesan kosong” dari polisi. Apalagi sampai dengan saat ini publik belum melihat bagaimana kondisi fisik Rasyid seperti apa, hanya mendengar saja dari media
Penahanan Rasyid pun ditangguhkan dengan alasan masih dirawat karena trauma berat akibat tabrakan tersebut. Coba kita menggunakan metode perbandingan, bagaimana dengan Afriyani yang menewaskan 9 orang ? apalagi dia seorang perempuan, dia juga pasti trauma berat setelah kejadian itu, namun penahanan terhadap dirinya berjalan mulus bebas hambatan, tidak seperti halnya Rasyid. Beda lagi dengan Andhika yang saat ini sudah dititipkan di Polda Metro Jaya, tidak lagi di RS. Di RSPP tempat ia dirawat perlakuannya juga istimewa, kamarnya president suite yang satu malamnya seharga sekitar Rp. 2,5 jutaan dan dijaga oleh 3 orang pengawal
Selanjutnya masalah pencekalan, dimana tempat Rasyid bersekolah/berkuliah di London, Inggris. Polisi mengatakan tidak perlu untuk melakukan pencekalan terhadap Rasyid karena keluarga menjamin jika Rasyid tidak akan memanfaatkan kelonggaran yang ada untuk kabur atau kembali ke London. Klo menurut saya sih “sedia payung sebelum hujan” mengapa tidak ?. Jika nanti ada kejadian kecolongan seperti Nazarudin yang kabur ke Kolombia sebelum ditahan, saling lempar tanggung jawab. Kalaupun nanti Rasyid sudah dijatuhkan pidana oleh hakim siapa juga yang berani jamin klo dia masih ada di tahanan ato di Indonesia. Gayus Tambunan saja yang ditahan di Mako Brimob bisa lihat turnamen tenis internasional sampai ke Bali pas waktu masa tahanannya
Kemudian masalah perdamaian antara keluarga Pak Hatta (Ortu Rasyid) dengan keluarga korban yang memberikan kompensasi, hal itu tidak secara otomatis bisa menghilangkan unsur pidana kelalaian menyebabkan orang lain mati. Tetap proses hukumnya harus berjalan sampai pengadilan, karena hakim yang akan menentukan seberapa berat nanti Rasyid akan diberi hukuman. Perdamaian itu mungkin dapat saja sebagai bahan pertimbangan memberikan keringanan hukuman bagi Rasyid yang diancam dengan Pasal 283 jo 310 UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana 4 tahun penjara
Pendapat pribadi saya sedikit ragu terhadap “law enforcement” yang “fair” terkait kasus tabrakan anak menteri ini. Saya masih ingat kata-kata dosen saya Prof. Dr. Eddy OS Hiariej bahwa asas Equality Before The Law itu sebenarnya hanya t*i-t*i saja, sekedar tulisan saja. Hukum itu dalam realitanya saat ini seperti pisau, sangat tajam jika kebawah dan tumpul jika ke atas. Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan tersangka, yah ini hanya merupakan sebuah uneg-uneg dalam otak yang bisa jadi sampah dalam otak apabila tidak dituliskan dari seorang mahasiswa jelata karena ucapan polisi jika “TIDAK ADA PERLAKUAN ISTIMEWA TERHADAP TERSANGKA”. Ayo-ayo kawal terus perkaranya, jangan sampe hilang dari peredaran proses penegakan hukumnya